PPN Batu Bara: Langkah Awal dari Green Economy

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan dalam setiap proses produksi atau distribusi. Hal ini dalam praktek kebijakannya membuat PPN mempunyai kecenderungan untuk mengontrol besaran konsumsi untuk konsumen.

MATAGARUDA.org- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan dalam setiap proses produksi atau distribusi. Hal ini dalam praktek kebijakannya membuat PPN mempunyai kecenderungan untuk mengontrol besaran konsumsi untuk konsumen. Pengontrolan tersebut terjadi dengan men-discourage konsumsi karena harga untuk produk tersebut naik akibat PPN yang diaplikasikan pada produk tersebut.

Terkait konsumsi batu bara, siapakah yang menjadi konsumen terbesar dari produk ini? Menurut Indonesia Investment, sebagian besar konsumen dari produk ini adalah perusahaan- perusahaan pembangkit tenaga listrik. Mengaitkan fakta ini dengan teori yang disebutkan di atas, maka Pemerintah menghimbau perusahaan- perusahaan pembangkit tenaga listrik (khususnya uap) untuk mengontrol pembelian batu bara.

Pengontrolan pembelian/konsumsi batu bara ini dapat dimaknai beberapa arti, seperti berikut:

  1. Pemerintah ingin perusahaan pembangkit listrik untuk menemukan konsumsi alternatif. Jika pemerintah ingin perusahaan-perusahaan tersebut untuk mencari alternatif, masalah yang terjadi adalah investasi dari aset-aset yang telah terpasang akan menjadi terbuang. Hal ini disebabkan aset-aset (contohnya mesin-mesin) tersebut hanya terdedikasi untuk mengkonversi batu bara menjadi energi.
  1. Pemerintah menggalakkan energi yang terbarukan. Menurut MarketLine, prediksi nilai dari industri energi terbarukan akan naik dalam periode 5 tahun, dari 2019 sampai dengan 2024, ditandai dengan laju pertumbuhan majemuk senilai 6,5 persen dalam periode 5 tahun tersebut. Hal ini memberikan arti pemerintah menjemput bola yang pasar berikan dengan menerapkan PPN atas batu bara ini.
  1. Pemerintah ingin mempercepat pergeseran dasar energi dari konvensional menuju terbarukan. Seperti yang dikemukan sebelumnya, aset-aset terkait dengan penciptaan energi melalui batu bara akan hanya bisa menciptakan energi dari batu bara dan ditambah, secara nyata pemerintah menggalakkan penciptaan energi dari hal yang lebih ramah lingkungan memberikan desakan kepada perusahaan-perusahaan pembangkit listrik tenaga uap untuk merubah dasar bisnis mereka. Namun, cost of conversion akan menjadi hal yang utama untuk perusahaan-perusahaan tersebut, apalagi dikaitkan dengan aset-aset tersebut, konversi tersebut akan bisa jadi memakan waktu selama masa depresiasi dari aset-aset tersebut untuk mengurangi kerugian bisnis.

Bila mempertimbangkan hal-hal di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk membuat Indonesia lebih environmentally friendly dengan penerapan PPN pada batu bara, walaupun sepertinya terkait dengan hal ini, tidak terumbarkan dengan baik (mungkin karena ini bisa membuat investor mengurungkan niat karena kemungkinan biaya utilitas yang naik). Namun, sepertinya pemerintah lupa akan konsekuensi bisnis yang terjadi dimana seharusnya pemerintah bisa membantu meringankan biaya-biaya perubahan tersebut dalam bentuk insentif (mungkin nanti dalam bentuk PP). Hal-hal ini berujung kepada pertanyaan “apakah pemerintahku benar-benar sadar akan pentingnya lingkungan?”.

Informasi selengkapnya bisa diakses melalui pranala berikut.

Leave a Reply

Your email address will not be published.